Lamine Yamal pernah hidup susah. Ia besar di lingkungan miskin Rocafonda, Mataró. Kini, ia jadi bintang Barcelona yang kaya raya.
Ayahnya, Mounir, berjuang sebagai pekerja serabutan. Keluarga Yamal hidup dari bantuan sosial. Kemiskinan membentuk masa kecilnya.
Yamal kecil bermain bola di jalanan. Bakatnya terlihat sejak usia dini. Ia masuk akademi La Masia di usia tujuh tahun.
Kini, di usia 18, ia bergelimang harta. Kontraknya dengan Barcelona bernilai miliaran. Ia juga dapat sponsor besar seperti Adidas.
Pesta ulang tahunnya ke-18 bikin heboh. Ia mengundang 200 tamu, termasuk artis top. Namun, acara itu menuai kritik tajam.
Asosiasi Acondroplasia Spanyol mengecam pestanya. Mereka menuding Yamal mengeksploitasi orang dengan dwarfisme. Kontroversi ini mencoreng namanya.
Yamal tak ambil pusing dengan kritik. “Saya hanya menikmati hidup,” katanya santai. Ia fokus membawa Barcelona juara.
Kisah Yamal mencerminkan kontras tajam. Dari kemiskinan, ia meraih kekayaan. Tapi, sorotan publik tak pernah reda.
Ia kini menyandang nomor punggung 10. Beban besar ada di pundaknya. Yamal ingin jadi legenda seperti Lionel Messi.
Perjalanan hidupnya menginspirasi banyak orang. Namun, kemewahan juga membawa masalah. Yamal harus bijak menjaga reputasinya.